Mengenal Kehidupan Suku Anak Dalam
Informasi terbaru Mengenal Kehidupan Suku Anak Dalam Mengenal Kehidupan Suku Anak Dalam , Suku Kubu atau juga dikenal dengan Suku Anak Dalam atau Orang Rimba adalah salah satu suku bangsa minoritas yang hidup di Pulau Sumatra, tepatnya di Provinsi Jambi dan Sumatra Selatan. Mereka mayoritas hidup di propinsi Jambi, dengan perkiraan jumlah populasi sekitar 200.000 orang.
Menurut tradisi lisan suku Anak Dalam merupakan orang Maalau Sesat, yang lari ke hutan rimba di sekitar Air Hitam, Taman Nasional Bukit Duapuluh. Mereka kemudian dinamakan Moyang Segayo. Tradisi lain menyebutkan mereka berasal dari Pagaruyung, yang mengungsi ke Jambi. Ini diperkuat kenyataan adat suku Anak Dalam punya kesamaan bahasa dan adat dengan suku Minangkabau, seperti sistem matrilineal.
Secara garis besar di Jambi mereka hidup di 3 wilayah ekologis yang berbeda, yaitu Orang Kubu yang di utara Provinsi Jambi (sekitaran Taman Nasional Bukit 30), Taman Nasional Bukit 12, dan wilayah selatan Provinsi Jambi (sepanjang jalan lintas Sumatra). Mereka hidup secara nomaden dan mendasarkan hidupnya pada berburu dan meramu, walaupun banyak dari mereka sekarang telah memiliki lahan karet dan pertanian lainnya.
Kehidupan mereka sangat mengenaskan seiring dengan hilangnya sumber daya hutan yang ada di Jambi dan Sumatra Selatan, dan proses-proses marginalisasi yang dilakukan oleh pemerintah dan suku bangsa dominan (Orang Melayu) yang ada di Jambi dan Sumatra Selatan.
Masyarakat asli suku Anak Dalam (Orang Rimba) telah mendiami hutan Taman Nasional Bukit Duabelas selama puluhan tahun. Suku Anak Dalam menyebut hutan yang ada di Taman Nasional Bukit Duabelas sebagai daerah pengembaraan; dimana mereka berinteraksi dengan alam, saling memberi, saling memelihara dan saling menghidupi. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, suku Anak Dalam melakukan kegiatan berburu babi, mencari ikan, mencari madu, dan menyadap karet untuk dijual.
Tidak banyak yang diminta oleh suku Anak Dalam. Karena cintanya terhadap alam, hanya satu harapan mereka kepada pemerintah, yakni melindungi hutan tempat tinggal mereka.
Sekitar 1.300 orang rimba masih hidup di tepi-tepi aliran sungai Taman Nasional Bukit Dua Belas. Di hutan tropis seluas 60.500 hektare itu mereka tinggal terpisah-pisah di tiga kabupaten, Batanghari, Sarolangun, dan Tebo
Butuh waktu empat setengah jam dari Bandara Sultan Thaha Syaifuddin untuk sampai ke Pematang Kabau. Sekitar dua puluh kilometer kondisi jalan rusak parah. Dari Desa Pematang Kabau, harus berjalan hampir 1 km lagi untuk mencapai salah satu komunitas suku Anak Dalam yang dipimpin seorang temenggung (pimpinan suku Anak Dalam) bernama Tarib. Dia pernah mendapat penghargaan Kalpataru dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Orang asing tidak bisa sembarangan masuk ke hutan tempat tinggal orang rimba. Di depan gerbang ada tulisan pada papan, Dilarang Memotret dan Syuting. Aturan itu sangat ketat dan kaku. Terutama mengambil gambar perempuan dan rumah godong (rumah terbuat dari kayu beratap rumbiyak). Pelanggar aturan itu akan dikenai denda kain, mulai 10 lembar hingga 50 lembar, bergantung keputusan depati (pejabat adat yang bertugas menyelesaikan sengketa).
Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Saifullah Yusuf bersama artis Nurul Arifin dan penyanyi Frangky Sahilatua pada Senin, 15 Januari 2007, mengunjungi orang rimba yang berada di wilayah Kabupaten Sarolangun. Tepatnya di Desa Pematang Kabau, Kecamatan Air Hitam. Baru kali itu ada pejabat pusat yang mendatangi suku Kubu. Sebelumnya, pejabat tertinggi yang pernah datang ke sana hanya bupati Sarolangun dan gubernur Jambi.
Banyak aturan lain yang ketat di sana. Pria asing boleh masuk hutan kalau ditemani pria rimba. Setiap masuk harus berteriak terlebih dahulu. Ado jentan kiuna (Ada laki-laki di sana?). Setelah mendapat jawaban, baru bisa masuk. Pria yang mandi dilarang bertelanjang bulat. Harus tetap mengenakan penutup alat vital. Jika melanggar, si pria juga akan didenda membayar sejumlah kain.
Pria dan perempuan suku Anak Dalam juga dilarang berduaan. Jika ketahuan, mereka akan dikawinkan paksa. Tapi, sebelumnya tubuh mereka akan dihujani pukulan rotan sebagai hukuman karena telah mempermalukan orang tua.
Suku Anak Dalam tinggal di sebuah rumah godong. Luasnya sekitar 6 x 4 meter. Rumah itu biasanya didirikan kalau mereka membuka lahan, atau untuk menunggu panen. Dulu mereka hanya menanam ubi-ubian. Kini mereka sudah bisa menanam kelapa sawit.
Rumah godong itu hanya digunakan untuk menyimpan makanan atau peralatan mereka. Untuk tidur, mereka biasa merebahkan badan di atas tanah. Sebagian membuat tenda dari terpal. Untuk mandi, mereka cukup mencelupkan tubuh ke kolam atau sungai. Tentunya tanpa sabun.
Sejarah Suku Anak Dalam
Asal Usul Suku Anak Dalam
Populasi Suku Anak Dalam
Poto Kehidupan Suku Anak Dalam
0 komentar:
Posting Komentar